Senin, 16 Desember 2019

Masalah Pengelolaan Kelas




  1. Masalah yang ada dalam Pengelolaan Kelas

Dalam menangani tugasnya, guru-guru sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan didalam kelasnya. Permasalahan ini meliputi dua jenis juga, yaitu yang menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas.
Guru-guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Amat sering terjadi guru-guru menangani masalah yangbersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menghadiri pelajaran itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa tidak diterima oleh kawan-kawannya. Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat. “Membuat pelajaran lebih menarik” adalah permasalahan pengajaran, sedangkan “diterima atau tidak diterima oleh kawan” adalah permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan.
Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu:
  1. Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat perorangan maupun kelompok.
  2. Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
  3. Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud.
  1. Jenis-Jenis Masalah dalam Pengelolaan Kelas

Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan atau individual dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :
  1. Masalah Individual :
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
  1. Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.
  1. Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.

  1. Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).
  1. Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
  1. Masalah Kelompok :
Ada tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
a.       Kurangnya kekompakan
Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
b.      Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.
c.       Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
d.      Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
e.       Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
f.       Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.

  1. Cara Mengenali Adanya Masalah
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah dalam pengelolaan kelas. Diantaranya yaitu :
  1. Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
  2. Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
  3. Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
  4. Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
  1. Cara Penyelesaian Permasalahan Dalam Pengelolaan Kelas
Untuk mengatasi masalah dalam pengelolaan kelas di atas, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan,diantaranya sebagai berikut:
  1. Pendekatan Kekuasaan
Proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peran guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Didalamnya ada kekuasaan dalam norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.
  1. Pendekatan ancaman
Proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberikan ancaman. Misalnya: melarang, ejekan, sindiran dan memaksa.
  1. Pendekatan Kebebasan.
Suatu proses untuk membatu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peran guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.
  1. Pendekatan Resep.
Dilakukan dengan suatu daftar  yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam merealisasikan masalah atau situasi yang terjadi dikelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peran guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep.
  1. Pendekatan Pengajaran
Berdasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya suatu masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dam menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peran guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
  1. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku.
Suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku ini, bertolak dari sudut pandang psikologi behavioral yang mengemukakan asumsi sebagai berikut:
a.       Semua tingkah laku yang baik dan yang kurang baik merupakan hasil proses belajar. Asumsi ini mengharuskan wali/guru kelas berusaha menyusun program kelas dan suasana yang dapat merangsang terwujudnya proses belajar yang memungkinkan siswa mewujudkan tingkah laku yang baik menurut ukuran norma yang berlaku dilingkungan sekitarnya.
b.      Didalam proses belajar terdapat proses psikologis yang fundamental berupa penguasaaan positif, hukuman, penghapusan dan penguatan negative. Asumsi ini mengharuskan seorang wali/guru kelas melakukan usaha-usaha mengulang-ulangi program atau kegiatan yang dinilai baik (perangsang) bagi terbentuknya tingkah laku terutama di kalangan para siswa.
  1. Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial
Berdasarkan suasana perasaan dan suasana sosial didalam kelas sebagai sekelompok individu cenderung pada psikologi klinis dan konseling (penyuluhan). Menurut pendekatan ini pengelolaan kelas merupakan suatu proses menciptakan iklim atau suasana sosial dan hubungan sosial yang positif dalam kelas. Disini guru adalah kunci terhadap pembentukan hubungan pribadi itu, dan perannya adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat. Untuk itu terdapat dua asumsi pokok, yaitu:
a.       Iklim sosial dan emosional yang baik adalah dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa, merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengjar yang efektif.
b.      Iklim sosial dan emosional yang baik tergantung pada guru dalam usahanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang didasari dengan hubungan manusiawi yang efektif.
  1. Pendekatan Proses Kelompok
Suatu proses untuk menciptakan kelas sebagai sistem sosial, dimana proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusakan agar perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif. Proses kelompok adalah usaha guru mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga teripta kelas yang mengetengahkan dua asumsi sebagai berikut :
a.       Pengalaman belajar di sekolah bagi siswa berlangsung dalam konteks kelompok sosial. Asumsi ini mengharuskan wali/guru kelas dalam pengelolaan kelas selalu mengutamakan kegiatan yang dapat mengikutsertakan seluruh personal di kelas.
b.       Tugas guru terutama adalah memelihara kelompok belajar agar menjadi kelompok yang efektif dan produktif. Berdasarkan asumsi ini berarti seorang wali/guru kelas harus mampu membentuk dan mengaktifkan  siswa bekerjasama dalam kelompok yang sudah terbentuk di dalam kelas.



  1. Pendekatan Eklektis atau Puralistik
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas, dan inisiatif wali/guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan  dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan proses belajar belajar berjalan efektif dan efsien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar